Marhenyantoz's Blog

Archive for the ‘Islam’ Category

  • In: Amal | Islam
  • Komentar Dinonaktifkan pada Islam Itu Indah Maka Renungkanlah

Segala puji bagi Allah rabb semesta alam. KepadaNyalah seluruh makhluk bertumpu dan mengadu, dari keterserakan asa, dari kelemahan daya, dari ketakmampuan usaha, dan dari kepandiran jiwa serta raga. DariNyalah keharmonisan alam berpadu, sehingga mengulunlah kasih dan sayang dengan penuh syahdu, maka lahirlah kemesraan meski terbingkai dari keragaman yang tak pernah satu.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan sekalian alam, Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, nabi penutup risalah, yang karenanya ia diutus untuk menebarkan kasih sayang ke seluruh alam. Maka adalah indah sabda-sabdanya penuh harmoni. Tindak-tanduknya penuh lestari. Perintah-perintahnya sepenuh ketulusan memberi.
Larangan-larangannya sepenuh keikhlasan menyelaksai. Maka sungguh indah. Antara sabda dan lelakunya tak pernah saling menyelisihi. Pun perintah dan larangannya tak pernah ada saling menyalahi. Maka adalah indah Islam agama yang mengajarkan kasih sayang, diturunkan oleh Dzat Yang Mahakasih dan sayang, diwahyukan melalui malaikat yang penuh kasih dan sayang, dan disampaikan untuk disebarkan kepada sekalian alam oleh nabi yang penuh kasih dan sayang. Sungguh indah agama yang dituntunkan oleh Dzat Yang Mahaindah lagi mencintai keindahan.
Karenanya, Islam hadir di tengah-tengah ummat bukan untuk membelenggu. Ia hadir demi memperindah tatanan. Yang rusak, ia perbaiki. Yang salah, ia betulkan. Yang bengkok, ia luruskan. Yang jelek, ia baguskan. Yang bodoh, ia pintarkan. Yang baik, ia ajarkan. Yang merusak, ia larangkan dan seterusnya. Islam hadir demi kasih sayang untuk sekalian alam.
Maka adalah wajar, jika sang pengemban risalah penuh kasih dan sayang kepada ummatnya. Sebab, ia adalah cermin tempat berkaca bagi kebengkokan-kebengkokan perilaku mereka. Sebab, ia adalah pelita yang membimbing bagi kegelapan-kegelapan hati mereka. Sebab, ia adalah penentram yang mengarahkan bagi kegalauan-kegalauan jiwa mereka. Dan sebab ia adalah qudwatun hasanah, sang panutan lagi teladan bagi kehidupan mereka.
Memang indah. Ia yang tersurat sebagai penuntun ummatnya demi kehidupan yang lebih baik, di dunia dan akhirat, benar-benar menjadi contoh yang sempurna dalam setiap sisi kehidupannya. Maka adalah keserasian yang ia ajarkan. Maka adalah kelembutan yang ia tularkan. Maka adalah keadilan yang ia sebarkan. Maka adalah kemuliaan hidup yang ia tawarkan. Maka adalah rahmatan lil alamin yang ia simpulkan, di tengah ummat.
Dan betul-betul indah ternyata ia benar-benar rahmatan lil alamin. Ajaran-ajarannya penuh sejuta hikmah. Wejangan-wejangannya tak pernah meninggalkan bekas lara di dada. Anjuran-anjurannya selalu menyimpul ulang semangat yang membaja. Nasehat-nasehatnya selalu tepat mengenai titik sasarannya, dan tanpa sedikitpun menyinggung amarah si empunya. Keadilan dalam berkata dan kejujuran dalam bersikap itulah pedomannya.
Maka lihatlah manusia-manusia di sekitarnya. Tak pernah ada yang terciderai rasa. Tak ada pula yang pernah tersinggung kata. Semua ia tunaikan hak-haknya. Tak ada pembedaan. Tak juga pengistemewaan. Kecuali pada hal yang sudah digariskan, yaitu ketaqwaan. Maka yang bangsawan tak tersanjungkan di hadapannya. Yang rakyat biasa saja juga tak terpinggirkan di majelisnya. Semua sama. Pun kaya dan miskin, tak ada beda. Masing-masing ia tunaikan hak-haknya, dengan perlakuan yang semesti dan sepantasnya.
Sang Nabi memang penuh kasih sayang kepada semuanya. Tapi, kepada wanita ia lebih lemah lembut daripada yang lainnya sebab ia tahu kunci kelemahannya. Dan tersebab itu ia pun bersabda kepada kita, selaku ummatnya, dalam riwayat Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi, “Wanita itu tercipta dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok adalah atasnya. Jika terlalu keras meluruskannya engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka, berhati-hatilah memperlakukannya.”
Karenanya, ia tak pernah membentak kaum hawa. Sebab itu hanya akan mematahkannya saja. Tak pula ia terlalu memanjakannya. Karena ini hanya akan melenakannya semata. Seperti kisah turunnya surat Al-Ahzab ayat 28 dan 29. Ketika istri-istrinya meminta tambahan nafkah, dan berhasil membuat dirinya resah bercampur amarah. Tapi tetap saja tak ada kata-kata amukan yang tertumpah. Tak ada dampratan. Tak pula bentakan.
Atau seperti kisah Fatimah yang datang kepadanya meminta seorang pembantu rumah tangga. Meskipun yang hadir adalah putri kesayangannya, namun tetap saja tak ada pemanjaan yang berlebihan. Tak ia kabulkan keinginannya. Dan tak ia berikan apa yang dimauinya. Justru ia tawarkan apa yang lebih baik dari yang diminta, bahkan lebih baik dari dunia dan seisinya. Maka ia nasehatkan agar bertasbih, bertahmid, dan bertakbir tiga puluh tiga kali sebelum beranjak tidur sebagai gantinya.
Maka betul-betul indah ketika shahabat-shahabatnya beramai-ramai meniti setiap garis jejaknya. Seperti kisah Al-Faruq, ‘Umar bin Al-Khattab, yang tengah naik mimbar dan mengkritisi perihal tingginya mahar yang diminta kaum hawa. Maka berdirilah seorang dari mereka menyela dengan suara tegasnya. “Apakah engkau hendak membatasi sesuatu yang Allah sendiri pun tak pernah membatasinya dalam kitab suciNya?” begitu ujarnya.
Maka para hadirin terhenyak tak menyangka. Ternyata ada wanita yang sebegitu. Pun juga ‘Umar tak kalah kagetnya. Namun, tetap saja ada kasih sayang harus diberikannya, seperti panutannya yang begitu lemah lembut. Maka tak ada bentakan. Tak juga dampratan. Dan tak pula kata makian dasar wanita pembangkang. Maka adalah ‘Umar menjawabnya dengan penuh kelembutan, “Engkau benar wahai saudariku. Akulah yang salah!”
Subhanallah. Sungguh keluhuran budi yang terbungkus dalam beningnya hati nurani. Maka terlahirlah keharmonisan, terjelmalah kemesraan, dan terpadulah kesetiaan dan pengorbanan. Islam itu memang indah.
Toh begitu tetap ada sisi lain yang harus dicermati. Ada potensi lain yang musti diwaspadai. Agar tak berakhir tragis bak ummat-ummat terdahulu. Seperti kisah bani Israil yang tak sanggup mewaspadainya. Maka dimusnahkanlah tujuh puluh ribu pasukan dari mereka dalam sekejap saja. Maka sang pengemban risalah terakhir pun lekas-lekas mewanti-wanita kita, dengan bahasa kasih sayangnya yang teramat besar kepada ummatnya.
“Adalah dunia ini,” sabda beliau di sela-sela khutbahnya, “Sungguh indah nan mempesona tampak di mata. Dan Allah menyerahkan pemakmurannya kepada kalian; sebab Ia ingin menguji bagaimana amal-amal kalian. Karena itu, berhati-hatilah dari dunia, dan berhati-hatilah terhadap wanita.”
“Sebab,” lanjut beliau dalam riwayat Imam Muslim, “Musibah pertama yang menimpa Bani Israil adalah karena wanita.” “Maka,” pungkas beliau dalam riwayat Imam An-Nasa’i, “Tak ada musibah yang lebih berbahaya sepeninggalku melebihi wanita.”
Indah benar. Dua kutub yang saling berjauhan dipadukan dalam satu sulaman. Ia yang diwanti dan diwaspadai ternyata juga begitu disayangi. Maka ia pun tak terkekang hak asasinya. Dan tak jua terumbar kebebasannya. Ia dijaga tapi tetap dihargai. Juga dikaryakan sembari terus diawasi.
Maka lihatlah bentuk konkritnya pada sebarik kisah-kisah mengagumkan. Pada keteladanan agung kehidupan para salaf yang mulia. Pada ketakjuban akhlak tinggi mereka, pada keindahan pribadi yang tersiram dari mata air yang suci, pada kelembutan yang tersinari dari pelita yang menerangi, Sang Nabi yang begitu terpuji. Maka tak ada penelikungan atas nama wanita. Tak ada pengekangan atas hak-haknya sebagai manusia. Tak ada penodaan atas fitrah manusiawinya. Apatah lagi kezaliman pada kesucian dirinya. Ia benar-benar dijaga, tapi tetap dihormati. Betul-betul indah, seindah keagungan akhlak Sang Nabi yang begitu memukau jagad raya. Subhanallah. Lalu kita?
Sungguh, jauh panggang dari api. Ya, kita selaku ummatnya hanya bisa merenungi sambil mengintrospeksi diri: pada tutur kata kita, pada tingkah laku kita, pada kebeningan hati kita, dan pada kepandiran jiwa kita; sudah layakkah kita menjadi ummatnya? Lalu kita selaksai makna yang terkandung di dalamnya; sudah pantaskah kita, yang berikrar ke sana ke mari sebagai yang paling nyunnah, betul-betul menjadi pengikutnya? Setiap kita, saya dan anda, tentu lebih mengetahui apa jawaban pastinya. Sebab, masing-masing kita adalah yang paling tahu siapa diri kita yang sebenarnya.
Maka, marilah kita menyelaksai makna, sambil terus menyelam di lautan ilmu, pada keteladanan agung nan indah itu. Untuk kemudian di sana kita belajar pada pengalaman-pengalaman hidup mereka yang syahdu. Lalu, ianya kita jadikan asas kebermaknaan dalam setiap langkah kita menuju kemuliaan. Setelah itu, langkah-langkah tersebut kita jadikan neraca acuan bagi jejak-jejak kaki kita meniti jalan perubahan.
***
Madinah, 22 April 2015
Penulis : Ust. Abu Hasan Ridho Abdillah, BA., MA.
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/islam-itu-indah-maka-renungkanlah.html

Tag:
  • In: Islam
  • Komentar Dinonaktifkan pada 10 Cara Agar Rahmat Allah SWT itu Bisa Diraih

Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya beberapa cara agar rahmat Allah itu bisa diraih.

Pertama, berbuat ihsan dalam beribadah kepada Allah SWT dengan menyempurnakan ibadah kepada-Nya dan merasa diperhatikan (diawasi) oleh Allah (QS al-A’raf [7]: 56).

Kedua, bertakwa kepada-Nya dan menaati-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya (QS al-A’raf [7]: 156-157).

Ketiga, kasih sayang kepada makhluk-Nya, baik manusia, binatang. maupun tumbuhan.

Keempat, beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah (QS al-Baqarah [2]: 218).

Kelima, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menaati Rasulullah SAW (QS an-Nur [24]: 56).

Keenam, berdoa kepada Allah SWT untuk mendapatkannya dengan bertawasul dengan nama-nama-Nya yang Mahapengasih (ar-Rahman) lagi Mahapenyayang (ar-Rahim). Firman Allah SWT, “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS al-Kahfi [18]: 10).

Ketujuh, membaca, menghafal, dan mengamalkan Alquran (QS al-An’am [6]: 155).

Kedelapan, menaati Allah SWT dan Rasul-Nya (QS Ali Imran [6]: 132).

Kesembilan, mendengar dan memperhatikan dengan tenang ketika dibacakan Alquran (QS al-A’raf [7]: 204). Kesepuluh, memperbanyak istigfar, memohon ampunan dari Allah SWT. Firmannya, “Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS an-Naml [27]: 46).

“Ya Allah, masukkan aku ke dalam surga karena rahmat-Mu. (HR Sulaiman Bin Harom, dari Muhammad Bin Al-Mankadir, dari Jabir RA).

  • In: Amal | Islam
  • Komentar Dinonaktifkan pada Wajibnya Tolong Menolong Dalam Kebaikan

“…Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya.” (Al-Maa`idah:2)

Di dunia ini kalau kita kaji, pelajari dengan seksama ternyata segala sesuatu itu kuncinya adalah saling tolong menolong.  Siapapun dia tidak akan hidup sendiri tanpa bantuan dari lain. Hidup akan lebih berarti, lebih bermakna, lebih indah jika kita saling tolong menolong dalam hal kebaikan.

Ayat ini sebagai dalil yang jelas akan wajibnya tolong menolong dalam kebaikan dan takwa serta dilarang tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.

Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan seluruh manusia agar tolong menolong dalam mengerjakan kebaikan dan takwa yakni sebagian kita menolong sebagian yang lainnya dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan saling memberi semangat terhadap apa yang Allah perintahkan serta beramal dengannya. Sebaliknya, Allah melarang kita tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.

Di akhir ayat ini Allah mengancam dengan siksaan-Nya yang keras bagi siapa saja yang berbuat dosa dan pelanggaran ataupun tolong menolong di dalam perbuatan tersebut.

Sebagai pedoman hidup kita kaum muslimin, Al Qur’an, bisa kita pedomani dan  dapat kita ambil faedahnya, diantaranya adalah, bahwa tolong-menolong dalam kebaikan merupakan satu kewajiban, hal ini mencakup seluruh kebaikan yang membawa manfaat, baik di dunia maupun akhirat.

  • In: Islam
  • Komentar Dinonaktifkan pada Bolehkah Muslim Memperingati Hari Ibu ?

Hari ibu di Tanah Air biasanya dirayakan setiap tanggal 22 Desember, anak-anak  sampai orang dewasa sebagaian besar tahu akan hal itu. Tetapi jika ditanya apa makna dan tujuan memperingati hari ibu, bisa dipastikan sebagian besar tidak akan mengerti.

Seberapa pentingkah memperingati hari ibu tiap tahun hanya sekali saja, mengapa tidak setiap saat mengingat betapa pentingnya seorang ibu bagi kita yang merasa dilahirkan oleh seorang ibu?

Dalam Islam tidak pernah diajarkan atau ada tuntunan memperingati hari ibu, yang ada adalah menghormati ibu lebih utama daripada bapak, atau yang lainnya.

Perayaan hari ibu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, para sahabat radhiallahu anhum dan para imam salafus shalih. Perayaan ini adalah sesuatu yang diada-adakan dan menyerupai orang kafir (tasyabbuh). Dalam Islam perayaan (ied) tahunan yang diperbolehkan dalam Islam hanya Idul Fitri dan Idul Adha.

Berbakti kepada orang tua hukumnya wajib. Berbakti kepada orang tua khususnya ibu memang lebih dianjurkan oleh agama Islam. Karena memang ibu sangat besar jasanya bagi anak-anaknya melebihi bapak. Oleh karena itu berbakti kepada Ibu didahulukan daripada berbakti kepada Bapak. Sebagaimana dalam hadits berikut : Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi’, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu’” (HR. Bukhari dan Muslim).

  • In: Islam | Kultum
  • Komentar Dinonaktifkan pada Memanfaatkan Waktu Luang dengan Dzikir

Ketika kita ada waktu luang tanpa kegiatan,  apa yang kita lakukan ?

Melamun apa ber dzikir  ?

Apa yang akan diperoleh orang melamun dan orang yang  selalu ber dzikir kepada Allah SWT?

Jika seseorang menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil seperti ghibah (menggunjing), namimah(mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji manusia (secara berlebihan), dan mencela manusia.

Karena lisan sama sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua kondisi tersebut.

Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.


Tebar Dakwah ….Cukup Klik Gambar

Download Doa Usai Shalat Fardhu (uji coba) file beda

Download Fatwa MUI


Download yg lainh di http://www.mui.or.id/index.php/fatwa-mui.html

Wakaf Al-Qur’an

Pengingat Hari ini

Marhaban Yaa Ramadan Mari kita isi bulan Ramadhan 1433 H dengan kegiatan yang penuh dengan amal ibadah untuk meraih insan yang fitri, serta mutaqin di akhir Ramadan

Translate to your language

Radio Online

Kajian.Net

Selamat

Daftar Isi

Slogan

Marquee Tag - http://www.marqueetextlive.com

doctor ratings" Jika kejujuran kita miliki ..Kebenaran pasti menang..Kebatilan pasti Tumbang"

IP

IP

Blog Stats

  • 1.871.619 hits

Pengunjung dari ……

free counters

Arsip Tulisan

Peta Visitor

Majalah berilmu sebelum beramal dan berdakwahatau versi cetak "Cukup Berlangganan"

Link Gambar

Admin

Image by FlamingText.com

Pingin klik sajaFlamingText.com

RSS Feed yang Tidak Diketahui

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Hidayatullah.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Arrohmah.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Quick Counter

HTML hit counter - Quick-counter.net

Do’a Selepas Shalat