Dampak Kerusuhan Lampung Selatan Meluas
Posted 31/10/2012
on:- In: Artikel
- Komentar Dinonaktifkan pada Dampak Kerusuhan Lampung Selatan Meluas
Perang antar warga kampung yang terjadi di Lampung Selatan beberapa hari lalu menimbulkan banyak korban jiwa tewas serta luka-luka, serta ratusan rumah dibakar masa dan puluhan kendaraan juga dirusak termasuk milik aparat. Sungguh disayangkan terjadinya perang antar warga kampung ini, walaupun akhirnya sangat riskan bila dikatakan perang antar suku. Suku yang berseteru tersebut adalah suku lokal Lampung dengan Suku Bali yang datang ke Lampung Selatan merupakan pendatang karena program transmigrasi.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meredam konflik di Lampung Selatan ini. Pertemuan antar tokoh masyarakat kedua belah pihak, telah sepakat berdamai. Namun demikian karena suatu masalah di bawah maka muncul kembali kerusuhan yang lebih hebat. Artinya perdamaian antar tokoh tersebut tidak memberikan solusi yang permanen. Sehingga perlunya sosialisasi hasil perdamaian antar tokoh dari kedua belah pihak. Bukan sekedar perdamaian seremonial, tetapi warga juga mesti diberikan pengertian, pemahaman tentang pentingnya perdamaian.
Sungguh sangat disayangkan hasil pertemuan antara tokoh adat dari lima marga di Kalianda dengan Bupati Lampung Selatan, Rycko Menoza SZP, dimana terungkap bahwa tokoh adat dari lima marga di Kabupaten Lampung Selatan meminta agar masyarakat Desa Balinuraga dapat dipindahkan. Sebab menurut mereka hal itu menjadi satu-satunya solusi agar konflik horisontal antar warga tidak lagi terjadi. Alasan yang disampaikan bahwa dengan kehadiran masyarakat Desa Balinuraga selalu menimbulkan konflik.
Ini bukan sebuah solusi yang tepat apabila warga tersebut harus dipindahkan dari Lampung Selatan. Berbagai persoalan akan muncul dengan ide memindahkan warga tersebut. Lantas dipindah kemana? Siapa yang berhak memindahkan mereka? Siapa yang akan membiayai kepindahan mereka? Daerah mana yang bisa menerima ribuan warga sekaligus? Adakah lahan untuk mereka? Siapkah pemerintah daerah penerima mereka ada kesanggupan menghidupi sementara sampai mereka siap menghidupi sendiri?
Inilah sebuah arogansi , bukan mencari solusi. Keberadaan warga transmigrasi bukanlah kehendak mereka, tetapi kehendak pemerintah. Tinggal pemda, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama memberikan pemahaman pentingnya hidup berdampingan dengan siapapun secara damai. Tokoh adat bisa meredam warganya agar tidak berbuat diluar perikemanusian, bukan memprovokasi warga karena masalah harga diri suatu suatu adat, suatu kampung, atau suatu wilayah.
Sungguh luar biasa dampak negatif adanya kerusuhan tersebut. Korban jiwa sia-sia. Orang tua, ibu-ibu, anak-anak menjadi trauma, anak-anak tidak bersekolah, putaran roda ekonomi keluarga terhenti, pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar untuk mengurusi akibat kerusuhan tersebut.
Dampak negatif kerusuhan juga merembet ke daerah lain yang tidak berkonflik akibat adanya kekhawatiran jangan-jangan di daerah lain nanti akan diganggu. Akhirnya cukup diputuskan sementara istirahat di rumah walaupun tidak mendapatkan penghasilan untuk mengisi priuk dapur mereka. Yang berprofesi sebagai tukang ojek berhenti, berprofesi sopir juga berhenti karena bisnya dikandangkan. Karena bis banyak tidak beroperasi di jalur-jalur tertentu, ratusan penumpang tidak bisa mendapatkan angkutan. Anak sekolah, mahasiswa, pegawai yang sering menggunakan jasa angkutan bis juga menerima dampaknya. Belum lagi pasar-pasar sepi, para juragan tidak mengirim barang, kebutuhan terus harus dipenuhi, tinggal menunggu waktu harga –harga sembako akan melambung.
Untuk itu semua Pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan aparat tersebut harus segera mengatasi pasca bentrok antar warga kampung tersebut untuk menghindari dampak negatif yang meluas.
Tunjukkan kepemimpinanmu wahai para pemimpin Lampung Selatan !!!