Hati-hati Obat Mengadung Enzym Babi
Posted 14/12/2013
on:Perlindungan terhadap konsumen terhadap pemberian obat-obatan tertentu oleh dokter kepada pasiennya sangat perlu diberikan. Mengingat konsumen terutama muslim yang memerlukan pengobatan tentu harus menkomsumsi obat yang halal. Segala sesuatu yang masuk kedalam tubuh seorang muslim wajib makanan/minumam yang halal, termasuk obat yang ditelan, diijeksikan.
Sungguh sangat disayangkan apabila seorang dokter pada saat akan memberikan obat kepada pasien tidak mengetahui kandungan apa saja dalam obat tersebut, terutama kehalalannya. Seperti yang dikatakan Ketua Bidang Kajian Obat dan Farmakoterapi IDI, Masfar Salim, di Kantor IDI, Jakarta Pusat. Tidak semua dokter mengetahui secara pasti kandungan bahan dalam obat yang akan diberikan kepada pasien.
Sebagai masyarakat awan menganggap dokter telah mengetahui baik buruknya obat, resiko apa yang akan terjadi jika pasien diberi obat ini-itu, sehingga pasien menerima saja obat yang diberikan oleh dokter. Bisa jadi sebagian dokter hanya mengetahui fungsi obat tersebut dengan membaca brosur obat dari perusahaan yang dberikan sales atau hasil penjelasan dari sales obat.
Apabila benar dikatakan tidak semua dokter belum tentu mengetahui kandungan obat-obat yang selama ini diberikan kepada pasien, sebenarnya sangatlah mudah bagi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk menyebar luaskan informasinya ke dokter anggotannya melalui organisasi tersebut. Apakah ada dokter yang tidak masuk anggota organisasi IDI? Jangan sampai di kemudian hari terjadi anggapan “malpraktek” akibat dokter tidak memberikan informasi kandungan obat yang diberikan kepada pasien.
Masalah ini muncul dengan adanya obat tertentu yang masih mengandung enzym babi dan informasinya belum ada penggantinya. Sampai-sampai Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak ahli obat (farmakolog) untuk segera menemukan zat lain sebagai pengganti beberapa enzim seperti enzim babi yang digunakan dalam pembuatan beberapa jenis vaksin seperti pada vaksin polio dan meningitis agar tidak meresahkan kaum muslim.
“Segera temukan obat pengganti dari obat yang mengandung enzim tersebut (enzim babi), agar kita dan konsumen tidak terpaku pada keharaman obat,” ujar Ketua MUI, Amidhan, kepada Antara di Jakarta, Kamis.
“Hanya segelintir obat yang bermasalah (mengandung enzim babi) seperti beberapa obat pengencer darah dan beberapa jenis vaksin hal ini karena hingga saat ini belum ditemukan pengganti enzim tersebut,” ujar Ketua Bidang Kajian Obat dan Farmakoterapi IDI, Masfar Salim, di Kantor IDI, Jakarta Pusat, Kamis.
Inilah sebuah tantangan bagi para peneliti muslim yang ada di Indonesia dan dunia untuk segera berkarya untuk menyelamatkan umat dari bahaya keharaman akibat mengkonsumsi obat yang mengandung bahan dari babi. Masyarakat muslim tentu harus lebih hati-hati, perlu keberanian menanyakan kepada dokter, kandungan bahan obat yang diberikan kepadanya. Dan ini akan memberikan pelajaran kepada dokter untuk lebih berhati-hati, banyak belajar lagi, tidak hanya sekedar tulis resep karena hafal fungsi obat.