Penyebab Pubertas Dini pada Perempuan
Posted 02/03/2012
on:SIAPA yang tidak mengenal masa puber? Masa peralihan antara anak menjadi dewasa, yang berjalan antara umur 8 tahun sampai 21 tahun. Kondisi itu pasti dialami oleh semua orang. Tapi tahukah Anda kalau perempuan bisa mengalami masa puber lebih cepat? Apa yang menyebabkannya?
Zat kimia yang terkandung pada sebagian besar produk konsumen saat ini ternyata dapat mempengaruhi masa pubertas pada gadis remaja, baik itu menjadi mundur atau sebaliknya lebih cepat puber. Selain itu, zat-zat berbahaya yang banyak dipakai untuk berbagai produk konsumen saat ini juga meningkatkan risiko mengalami masalah kesehatan di kemudian hari.
Tim peneliti dari Amerika Serikat mengklasifikasikan tiga bahan kimia yang sering dipakai pada produk konsumen, antara lain phenol, phthalate, dan phyteostrogen. Ketiga zat ini dikenal sebagai endocrine disruptor atau pengacau endokrin, karena mempengaruhi sistem hormon atau endokrin dalam tubuh.
Ketiga bahan kimia itu dapat dideteksi dari sampel urine dari para partisipan yang melibatkan 1.151 gadis berusia enam hingga 8 tahun yang tinggal di New York City, Cincinnati dan California.
Zat berbahaya ini banyak ditemukan pada sejumlah produk yang akrab dengan kehidupan wanita sehari-hari, seperti kosmetik, parfum, pemoles kuku, lotion, dan sampo. Beberapa di antaranya juga dipakai sebagai produk pelapis atau pelindung untuk suplemen dan obat-obatan.
Peneliti menemukan kadar phthalate dan phytoestrogen yang tinggi terkait erat dengan pertumbuhan payudara lebih cepat dan bulu kemaluan lebih dini. Zat ini ditemukan pada produk-produk pribadi seperti lotion dan sampo. Namun, phenol, phystoestrogen, dan phthalate yang digunakan untuk produk bangunan dan tabung plastik dihubung-hubungkan dengan tertundanya masa puberitas.
“Kami yakin ada periode tertentu terjadi kerawanan dalam pertumbuhan kelenjar susu, dan keterpaparan pada zat-zat ini dapat mempengaruhi risiko kanker payudara saat dewasa,” kata Mary Wolff, profesor bidang pengobatan preventif dan sains onkologi di Mount Sinai School of Medicine dalam laporan studinya yang dimuat dalam Environmental Health Perspectives.Sumber : Metronews